Kepribadian dan Olahraga

BAB I PENDAHULUAN

Tujuan utama dari ilmu olahraga dan aktifitas fisik adalah untuk memperoleh sebuah pemahaman tentang perilaku. Sejak kepribadian merupakan sebuah abstraksi atau konstruksi hipotesis dari atau tentang perilaku (Martens,1975 di dalam buku Foundations of Sport And Exercise Psychology, edition karangan Weinberg), maka tidaklah mengejutkan bila secara historis kepribadian merupakan salah satu isu yang paling populer dan secara luas dibahas dalam psikologi olahraga.

Pendidikan olahraga selama ini banyak dipandang sebelah mata, ternyata banyak nilai perilaku yang secara riil dapat diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis. Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan keterampilan. Akan tetapi nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian masih kurang disadari/diperhatikan. Hal ini dapat dijumpai dengan maraknya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, terjadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme dan otensitas agama. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivitas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain yang masih kurang, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih kurang disadari dan ditanamkan. Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting yang seharusnya ada dalam proses pendidikan. Sebab, dalam perspektif sejarah sudah sejak lama pendidikan jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pembentukan sifat kepemimpinan seseorang dapat dicapai juga melalui media ini (pendidikan). Untuk itu kajian olahraga secara potensial dan aktual dapat menjadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat. Di samping itu juga dapat sebagai wahana pengembangan kualitas SDM yang sehat, mandiri/mampu bekerjasama, bertanggung jawab dan memiliki sifat kompetitif yang tinggi. Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara profesional akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.

Di dalam olahraga dikenal adanya istilah fair play. Dalam kode fair play tersebut terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata aturan, baik yang tersurat maupun tersirat. Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wasit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena pertandingan. Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan semangat persahabatan. Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan bermain. Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan secara sistematis sekaligus merupakan topik yang menarik untuk di bahas dalam tugas makalah ini.

BAB II ISI

A. Konsep Dasar: Defining Personality And Sport

Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk berbuat, berpikir, dan merasakan, khususnya apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian mencakup kebiasaan, sikap, dan sifat yang dimiliki seseorang apabila berhubungan dengan orang lain. Dari berbagai sumber yang telah dicari/dipelajari konsep kepribadian merupakan konsep yang sangat luas oleh karena itu pengertian dari satu ahli dengan ahli yang lainnya pun juga berbeda-beda pula. Hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Stefflre dan Matheny dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A. Juntika Nurihsan,M.Pd (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman teori kepribadian yaitu:

a. Personal, teori kepribadian merupakan refleksi dari kepribadian pembangunnya (personality of its builder).

b. Sosiologis, corak kehidupan social budaya tempat pembangun teori itu hidup.

c. Filsafat, cara pandang yang dianut oleh pembangun teori tentang suatu fenomena kehidupan.

d. Agama, keyakinan yang dianut oleh pembangun teori.

Namun demikian, definisi yang berbeda-beda tersebut saling melengkapi dan memperkaya pemahaman tentang konsep kepribadian. Secara umum yang dimaksud kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakan dengan orang lain. Definisi personality yang dipaparkan oleh ahli di dalam buku Foundations of Sport And Exercise Psychology, edition karangan Weinberg menurut Hollander (1967) dan Martens, (1975b), yaitu personality is the sum of the characteristics that make a person unique (kepribadian adalah total dari karakteristik seseorang yang membuatnya unik).One of the best ways to understand personality is through its structure. Think of personality as divided into three separate but related levels (see figure 2.1): a psychological core, typical responses, and role-related behavior.

Definisi personality yang dipaparkan oleh beberapa ahli yang lain dalam buku karangan Wrahatnala, Bondet (2009):

a. M.A.W. Brower

Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.

b. Koentjaraningrat

Kepribadian adalah suatu susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seseorang.

c. Theodore R. Newcomb

Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.

d. Yinger

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.

e. Roucek dan Warren

Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku seseorang.

Dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa yang dimaksud kepribadian (personality) merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang mewakili sikap atau tabiat seseorang yang mencakup pola-pola pemikiran dan perasaan, konsep diri, perangai, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan kebiasaan umum.

Dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN,M.Pd dan Dr.A. Juntika Nurihsan,M.Pd (2007), dikemukakan juga beberapa pengertian dari para ahli di sana, bahwa:

a. Hall dan Lindzey mengemukakan secara popular, kepribadian dapat diartikan sebagai: (1) keterampilan atau kecakapan social (social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yangditunjukkan seseorang terhadap orang lain (seperti seseorang yang dikesankan sebagai orang yang agresif atau pendiam.

b. Woodworth mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “kualitas tingkah laku total individu”.

c. Dashiell mengartikannya sebagai “gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi”.

d. Darlega, Winstead dan Jones (2005) mengartikannya sebagai “system yang relative stabil mengenai karakteristik individu yang bgersifat internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang konsisten”.

e. Allport mengemukakan pendapatnya tentang pengertian kepribadian, yaitu “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment”. (kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang system psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya).

Berdasarkan pengertian di atas teori kepribadian dapat diartikan sebagai “seperangkat asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”. Mengenai asumsi ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:

a. Semua tingkah laku dilatarbelakangi motivasi.

b. Kecemasan yang tinggi menyebabkan penurunan mutu kegiatan bekerja atau belajar.

c. Perkembangan (psikofisik) individu dipengaruhi oleh pembawaan, lingkungan, dan kematangan. Asumsi ini sering dinyatakan dalam formula P(I) = F (H.E.T/M), yaitu P: Person, I: Individu, F: Function, H: Heredity (Pembawaan/Keturunan), E: Environment (Lingkungan), T: Time, dan M: Maturation (Kematangan). Kurt Lewin (Derlega, at.al.2005) mengemukakan fungsi dari pribadi individu (Person) dan lingkungan (Environment).

International Council Of Sport and Physical Education (ICSPE) mengemukakan bahwa olahraga adalah setiap kegiatan fisik yang mengandung sifat permainan dan berisi perjuangan dengan diri sendiri atau dengan orang lain, atau konfrontasi dengan unsur-unsur alam. Apabila ditambah kata pendidikan, maka bunyinya menjadi pendidikan olahraga dan proses pendidikan untuk olahraga.

Aktivitas dan tujuan pendidikan jasmani jauh lebih luas dari pada aktivitas dan tujuan pendidikan olahraga. Aktivitas dalam pendidikan olahraga lebih terbatas hanya pada aktivitas-aktivitas yang berbentuk olahraga. Sementara itu aktivitas-aktivitas dari pendidikan jasmani lebih luas lagi, yaitu dapat berupa olahraga atau berupa aktivitas jasmani lainnya seperti rekreasi, petualangan, aktivitas sosial, berbagai gerak dasar, dan atau aktivitas sosial.

Apabila dilihat dari tujuannya, pendidikan olahraga dan pendidikan jasmani sama-sama ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun, selain itu pendidikan olahraga sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan olahraga, sementara itu, pendidikan jasmani sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga. Oleh karena itu, olahraga dengan pendidikan olahraga merupakan bagian dari pendidikan jasmani.

Sehingga definisi kepribadian dan olahraga diartikan sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakan dengan orang lain di sini berupa kegiatan fisik suatu cabang tertentu (olahraga) yang mengandung sifat permainan dan berisi perjuangan dengan diri sendiri atau dengan orang lain, atau konfrontasi dengan unsur-unsur alam terbatas hanya pada aktivitas-aktivitas yang berbentuk olahraga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga.

Psikologi kepribadian adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.

B. Pola Kepribadian

Elizabeth B. Hurlock (1986) dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A.Juntika Nurihsan,M.Pd (2007), mengemukakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai inti atau pusat gravitasi kepribadian dan traits (sifat atau karakteristik) sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon.

1. Self Concept dapat diartikan sebagai: (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya, (b) kualitas pensifatan individu tentang dirinya, (c) suatu sistem pemaknaan individu dan pandangan orang lain tentang dirinya. Jenis Self Concept:

a. The Basic Self-Concept, yaitu konsep seseorang tentang dirinya. Jenis ini meliputi: persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan, serta aspirasinya.

b. The Transitory Self-Concept, yaitu bahwa seseorang memiliki self-concept yang pada suatu saat dia memegangnya, tetapi pada saat lain dia melepaskannya. Kondisinya sangat situasional, sangat dipengaruhi oleh suasana perasaan (emosi), atau pengalaman yang telah lalu.

c. The Social Self-Concept, jenis ini berkembang berdasarkan cara individu mempercayai orang lain yang mempersepsi dirinya, baik melalui perkataan maupun tindakan. Jenis ini juga sering dikatakan sebagai “mirror image”. Contoh: Jika kepada seorang anak secara terus menerus dikatakan bahwa dirinya “naughty” (nakal), maka dia akan mengembangkan konsep dirinya sebagai anak yang nakal.Apabila seorang anak diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang berarti bagi dirinya (mis. Orang tua, kemudian guru, dan teman), maka anak akan mengembangkan sikap untuk menerima dan menghargai dirinya sendiri. Namun apabila orang-orang yang berarti (signifikan people) itu menghina, menyalahkan, dan menolaknya, maka anak akan mengembangkan sikap-sikap yang tidak menyenangkan bagi dirinya sendiri.

d. The Ideal Sef Concept, Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diinginkan mengenai dirinya, atau keyakinan tentang apa yang seharusnya mengenai dirinya. Konsep diri ideal ini terkait dengan citra fisik maupun psikis.

Perkembangan self-concept dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

Gambar 1. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

2. Traits (Sifat atau Karakteristik)

Traits berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap dan ketrampilan kepada pola-pola berfikir, merasa dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan. Traits merupakan dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relative konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan. Tiga karakteristik traits:

a. Uniqueness, yaitu kekhasan dalam berperilaku

b. Likeableness, yaitu bahwa traits itu ada yang disenangi (liked) seperti jujur, murah hati, bertanggungjawab dan ada yang tidak disenangi (unliked) seperti egois, tidak sopan, kejam/bengis.

c. Consistency, yaitu seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.

Traits sama halnya dengan sef-concept dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan belajar. Faktor yang paling mempengaruhiadalah pola asuh orang tua dan imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Ada juga beberapa traits dipelajari secara “trial and error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan. Contohnya perilaku agresif dalam mereaksi frustasi.

C. Studying Personality From Five View Points

Lima sudut pandang utama untu kbelajar kepribadian dalam olahraga adalah pendekatan sifat, pendekatan psikodinamik, pendekatan situasi, pendekatan interaksional, dan pendekatan fenomenologis. Pendekatan psikodinamik menekankan pentingnya sadar penentu perilaku dan pemahaman orang secara keseluruhan. Ini memiliki dampak yang kecil dalam psikologi olahraga. Pendekatan sifat mengasumsikan bahwa kepribadian adalah cara bertahan dan konsisten, terlepas dari situasi. Sebaliknya, pendekatan situasional berpendapat perilaku yang ditentukan terutama oleh lingkungan atau situasi. Baik sifat maupun pendekatan situasional telah menerima dukungan luas dalam literatur psikologi olahraga. Kebanyakan peneliti mengambil pendekatan interaksional untuk mempelajari literatur psikologi olahraga. Kebanyakan peneliti mengambil pendekatan interaksional untuk mempelajari kepribadian olah raga, yang mempertimbangkan faktor-faktor pribadi dan situasional sebagai penentu perilaku yang sama. Pendekatan fenomenologis berfokus pada pemahaman seseorang dan interpretasi subjektif dari diri dan lingkungan kehidupannya versus sifat tetap. Pandangan higly diadakan juga konsisten dengan pandangan interaksional dalam perilaku yang diyakini akan ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situasional.

D. Karakteristik Kepribadian

Dalam upaya memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang dihadapi, ternyata tidak semua individu mampu menampilkannya secara wajar, normal tau sehat (weel adjustment) di antara mereka banyak juga yang mengalaminya secar tidak sehat (maladjustment). E.B. Hurlock dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A.Juntika Nurihsan,M.Pd (2007), mengemukakan bahwa karakteristik penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (healthy personality) ditandai dengan:

a. Mampu menilai diri secara realistik.

b. Mampu menilai situasi secara realistik.

c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.

d. Menerima tanggung jawab.

e. Kemandirian.

f. Dapat mengontrol emosi.

g. Berorientasi tujuan.

h. Berorientasi keluar.

i. Penerimaan social.

j. Memiliki filsafah hidup.

k. Berbahagia dengan didukung pencapaian prestasi, penerimaan dari orang lain, dan perasaan dicintai atau disayangi orang lain.

Adapun kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti berikut:

a. Mudah marah (tersinggung).

b. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.

c. Sering merasa tertekan (stress atau depresi).

d. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan).

e. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku yang menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.

f. Mempunyai kebiasaan berbohong.

g. Hiperaktif.

h. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.

i. Senang mengkritik/mencemooh orang lain.

j. Sulit tidur.

k. Kurang memiliki rasa tanggung jawab.

l. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis).

m. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.

n. Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.

o. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.

Kelainan tingkah laku di atas berkembang apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya. Seperti keluarga yang kurang berfungsi. Karena kelainan kepribadian itu berkembang pada umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang baik, maka sebagai usaha pencegahan (preventif), seyogyanya pihak keluarga (orang tua), sekolah (guru dan staf sekolah lainnya) dan pemerintah perlu senantiasa bekerjasama untuk menciptakan iklim lingkungan yang memfasilitasi atau memberikan kemudahan kepada anak untuk mengembangkan potensi atau tugas-tugas perkembangannya secara optimal, baik menyangkut fisik, psikis, social, dan moral-spiritual.

E. Faktor-Faktor Pembentukan Kepribadian

Secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu warisan biologis, warisan lingkungan alam, warisan sosial, pengalaman kelompok manusia, dan pengalaman unik.

a. Warisan Biologis (Heredity)

Warisan biologis mempengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Faktor keturunan berpengaruh terhadap keramah-tamahan, perilaku kompulsif (terpaksa dilakukan), dan kemudahan dalam membentuk kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan minat. Warisan biologis yang terpenting terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada kepribadian seseorang. Tetapi banyak ilmuwan berpendapat bahwa perkembangan potensi warisan biologis dipengaruhi oleh pengalaman sosial seseorang. Bakat memerlukan anjuran, pengajaran, dan latihan untuk mengembangkan diri melalui kehidupan bersama dengan manusia lainnya.

Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah: a) kualitas system syaraf, b) keseimbangan biokimia tubuh, c) struktur tubuh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam perkembangan kepribadian adalah:1) sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen,2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas),dan 3) mempengaruhi keunikan kepribadian. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini Pervin (1970) dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A.Juntika Nurihsan,M.Pd (2007) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut:

1) Penelitian dengan metode sejarah (riwayat) keluarga.

2) Metode Selektivitas Keturunan

3) Penelitian Terhadap Anak kembar

4) Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh.

Penelitian terhadap konstitusi tubuh ini didasarkan kepada asumsi bahwa karakteristik fisik berhubungan dengan kepribadian.Sheldon mengklasifikasi postur tubuh manusia itu kepada Endomorphy, Mesomorphy dan Ectomorphy. Analisis terhadap penilaian tersebut menghasilkan tiga kelompok temperamen, yaitu: Viscerotonia, Somatotonia, dan Cerebrotonia. Apabila ketiga temperamen itu dikaitkan dengan tipe-tipe postur tubuh (somatotype) maka dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1.

Tipe Temperamen Dikaitkan dengan Tipe Postur Tubuh

SOMATOTYPE

TEMPERAMEN

SIFAT-SIFAT

1. Endomorp= Piknis

(Pendek, gemuk)

Viscerotonia

Tenang, pandai bergaul, senang bercinta, gemar makan, tidur nyenyak

2. Mesomorp = Atletis

(tubuhnya harmonis)

Somatotonia

Aktif,asertif, kompetitif, teguh, dan agresif

3. Ectomorp = Asthenis (tinggi,kurus)

Cerebrotonia

Introvert (senang menyendiri, menahan diri, peragu, kurang berani bergaul dengan orang banyak, kurang berani berbicara di depan orang banyak.

Klasifikasi tipologi temperamen lainnya, dikemukakan oleh Galenus, sebagai berikut:

Table 2.

Tipe Temperamen Menurut Galenus

TEMPERAMEN

SIFAT-SIFAT

1. Sanguinis

a. Sifat dasar: periang, optimis, dan percaya diri

b. Sifat perasaannya: mudah menyesuaikan diri, tidak stabil, baik hati, tidak serius, kurang dapat dipercaya karena kurang begitu konsekwen

2. Melankolis

a. Sifat dasar: pemurung, sedih, pesimistis, kurang percaya diri.

b. Sifat lainnya: merasa tertekan dengan masa lalunya, sulit menyesuaikan diri, berhati-hati, konsekwen, dan suka menepati janji.

3. Koleris

a. Sifat dasar: selalu merasa kurang puas, bereaksi negative dan agresif.

b. Sifat-sifat yang lainnya: mudah tersinggung (emosional), suka membuat provokasi, tidak mau mengalah,todak sabaran, tidak toleran, kurang mempunyai rasa humor, cenderung beroposisi, dan banyak inisiatif (usaha).

4. Plegmatis

a. Sifat dasar: pendiam, tenang, netral (tidak ada warna perasaan yang jelas), dan stabil.

b. Sifat lainnya: merasa cukup puas, tidak peduli (acuh tak acuh), dingin hati (tak mudah terharu), pasif, tidak mempunyai banyak minat, bersifat lambat, sangat hemat dan tertib/teratur.

b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)

Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam. Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya pola perilaku masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi oleh alam. Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang lebih keras daripada orang-orang yang tinggal di daerah pertanian, karena harus menyamai dengan debur suara ombak. Hal itu terbawa dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kepribadiannya.

Faktor lingkungan (environment) yang juga mempengaruhi kepribadian seseorang diantaranya juga keluarga. Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-biologis, maupun kebutuhan sosio-psikologisnya. Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seseorang pribadi yang kuat, begitu juga sebaliknya. Kutipan dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A.Juntika Nurihsan,M.Pd (2007) hal. 210,

“Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik (sempurna)”. (Q.S At-Tin: 4).

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (H.R. Muslim).

Untuk menggambarkan bagaimana pengaruh keluarga (orang tua) terhadap kepribadian anak, dapat disimak dari ungkapan Dorothy Law Nolte dalam buku teori kepribadian pengarang Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr.A.Juntika Nurihsan,M.Pd (2007)hal. 28, mengenai anak belajar dari kehidupannya sebagai berikut:

1) Jika anak dibesarkan dengan celaan,maka anak belajar memaki.

2) Jika anak dibesarkan kepada permusuhan, maka anak belajar berkelahi.

3) Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka anak belajar rendah diri.

4) Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka anak belajar menyesali diri.

5) Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka anak belajar menahan diri.

6) Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka anak belajar percayadiri.

7) Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka anak belajar menghargai.

8) Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka anak belajar keadilan.

9) Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka anak belajar menyenangi dirinya.

10) Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka anak belajar menemukan cinta.

c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan

Pola- pola tingkah laku yang sudah terlembagakan dalam masyarakat (bangsa) tertentu seperti dalam bentuk adat istiadat sangat memungkinkan mereka untuk memiliki karakteristik kepribadian yang sama. Kesamaan karakteristik ini mendorong berkembangnya konsep-konsep tipe kepribadian dan karakter bangsa. Hal ini dapat dijumpai bahwa setiap suku dan bangsa di dunia ini masing-masing memiliki tipe kepribadian dasar yang relative berbeda (meskipun dalam banyak hal, dengan pengaruh globalisasi perbedaan karakter kepribadian itu cenderung berkurang). Contohnya: bangsa Indonesia memiliki karakteristik kepribadian dasar: religious, ramah, namun kurang disiplin. Bangsa Jepang: ulet, kreatif, dan berdisiplin. Bangsa Amerika: optimis, perfeksi, berdisiplin, dan ulet dalam menyelesaikan sesuatu namun individualistik.. Kebudayaan memberikan andil yang besar dalam memberikan warna kepribadian anggota masyarakatnya/bangsa.

d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences)

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia, sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya, sehingga timbullah kepribadian khas anggota masyarakat tersebut.

e. Pengalaman Unik (Unique Experience)

Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula. Walaupun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal, namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara sempurna menyamainya.

F. Faktor-Faktor Penghambat Kepribadian

Perkembangan kepribadian seseorang akan terhambat dikarenakan dua faktor (di dalam buku pengarang Inge Hutagalung),antara lain:

a. Faktor Internal diri

1. Individu tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas

2. Individu kurang termotivasi dalam hidup

3. Individu enggan menelaah diri

4. Faktor usia

b. Faktor eksternal diri

1. Faktor tradisi budaya

2. Penerimaan masyarakat / social

G. Teori-Teori Kepribadian

a. Psikoanalisis

SIGMUND FREUD

Freud mengejutkan dunia dengan mendemonstrasikan pentingnya motivasi unconscious. Meskipun semula ingin menjadi profesor anatomi, tetapi Freud kemudian menjadi lebih tertarik pada problem-problem mental. Freud belajar dari Breuer, bahwa bila / ketika pasien secara terbuka mengemukakan problem-problemnya, ada peredaan ketegangan yang disebut Catharsis. Kadang-kadang pasien merasa bahwa terapistnya menjadi sangat berarti dalam hidupnya, keadaan ini disebut Transference Countertransference yaitu apabila terapist terlibat secara emosionil dengan pasiennya.

Setelah mempelajari beberapa teknik terapi, Freud sampai pada Free Associations dalam mempelajari Unconscious. Menurut Freud, Instink merupakan sumber energi yang melatarbelakangi kepribadian. Instink mempunyai :

- Source ( sumber ) yaitu adanya defisiensi pada tubuh

- Aim ( tujuan ) yaitu mengembalikan keseimbangan tubuh akibat adanya defisiensi tadi.

- Object yaitu mencari sesuatu atau pengalaman yang dapat meredakan keadaan defisiensi.

- Impetus yaitu seberapa besar keadaan defisiensi itu bagi individu

Macam-macam instink yaitu :

- Life instink ( Eros )

Bertujuan untuk individual survival dan mempertahankan spesies (ras manusia). Bentuk energinya disebut Libido

Sumber dari naluri / instink sex terletak pada daerah tubuh, dinamakan daerah Erogenous yang berkaitan dengan perkembangan psikoseksual

- Death instink atau Destructive instink ( Thanatos )

Bertujuan untuk kembali pada keadaan yang tetap yaitu kepada zat anorganik. Pada death instink, terdapat dorongan agresi yaitu adalah suatu bentuk self destructive yang diarahkan ke objek yang menjadi substitusi dirinya.

Struktur Kepribadian

Kepribadian manusia terbentuk 3 sistem yaitu id, ego dan super ego. Masing-masing system mempunyai fungsi, properties, prinsip kerja, dinamika dan mekanisme sendiri-sendiri, tapi ketiganya berinteraksi satu dengan lainnya membentuk tingkah laku. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi ketiga system:.

1. ID

Berisikan instink-instink

Mengikuti Pleasure Principle

Tujuan dari Pleasure Principle adalah :

Mencegah penderitaan

Menemukan kesenangan

Fungsi id adalah mengusahakan segera tersalurkannya ketegangan

Dua cara untuk memuaskan kebutuhan fisik yaitu :

Reflex Action

Merupakan respon otomatis terhadap sumber iritasi.

Reflex action efektif untuk meredakan ketegangan.

Wishfulfillment

Respon pemuasannya melalui mental image

2. EGO

Merupakan eksekutif kepribadian dan bekerja mengikuti prinsip realitas dan memenuhi id.

Ego berusaha untuk mewujudkan images pada id dengan objek yang diinginkan yang ada di dunia nyata. Proses ini disebut identification

Ego bertugas membawa seseorang pada pengalaman yang nyata yang akan memuaskan kebutuhan tadi.

Ego akan menemukan objek yang sesuai melalui reality testing.

Ego bekerja pada level conscious maupun level unconscious, karena ego menyadari images id dan realitas eksternal.

Upaya realistis dari ego untuk pemenuhan biologis disebut Secondary Process

3. SUPER EGO

Merupakan komponen moral dari kepribadian. Terbentuk dan berkembang melalui pola reward dan punishment yang diinternalisasi oleh anak. Super ego dikatakan berkembang lengkap bila self control menggantikan kontrol lingkungan. Super Ego yang berkembang lengkap akan memiliki 2 sub divisi :

a. Conscience

Pengalaman yang diinternalisasi anak berdasarkan hal-hal yang dikenai sanksi. Melakukan hal-hal ini atau membayangkan melakukan hal ini akan membuat anak merasa bersalah atau merasa nakal

b. Ego Ideal

Pengalaman yang diinternalisasi anak berdasarkan hal-hal yang diberi reward.

Seseorang anak yang melakukan atau memikirkannya, akan membuat dia merasa berhasil atau sukses atau bangga. Super Ego akan secara konstan berjuang untuk mencapai kesempurnaan ( padahal ini tidak realitis, sama halnya dengan id ).

Pengalaman yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diinternalisasi oleh anak tidak akan dapat ditolerir oleh super ego.

Oleh karena itu, tugas Ego menjadi lebih rumit

Bukan hanya mencari objek atau kejadian yang dapat memuaskan id, tapi juga harus mencari objek yang tidak melanggar nilai-nilai pada ego.

b. Behavioristik

Jika psikoanalisis lebih mengutamakan unsur psikis dari organisasi system psiko-fisik dari kepribadian, maka penganut teori behaviorisme pada umumnya lebih mengutamakan unsur fisik dari organisasi kepribadian.

I.P. Pavlov sebagai salah satu tokoh behaviorisme membuktikan melalui percobaan anjingnya yang terkenal bahwa perilaku dapat dikendalikan dengan memberi rangsangan tertentu melalui proses yang dinamakan conditioning (pembiasaan). Anjing yang sudah dikondisikan untuk mendengar bel terlebih dahulu sebelum mendapat makanan, akan keluar air liurnya begitu mendengar bunyi bel, walaupun makanan belumlah tiba. Menurut Pavlov, antara manusia dan hewan pada dasarnya hanyalah terdiri dari jaringan-jaringan syaraf dan otot yang bereaksi secara tertentu jika diberikan rangsangan tertentu. Demikian pula dengan J.B. Watson, tokoh behaviorisme lain yang mengutarakan bahwa kepribadian manusia dapat dibentuk melalui pemberian rangsangan tertentu melalui proses conditioning/proses pembiasaan diri lingkungan.

c. Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif mulai diperkenalkan berawal dari psikologi Gestalt beberapa saat sebelum perang dunia II, dimana para tokoh aliran ini berpendapat bahwa dalam mempersepsikan lingkungannya, manusia tidaklah sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari penginderaan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberikan makna, yang selanjutnya akan dijadikan dasar dari suatu perilaku. Teori psikologi Gestalt kemudian dikembangkan oleh Kurt Lewin di Amerika Serikat menjadi psikologi kognitif. Pandangan teori kognitif adalah bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Lebih lanjut ditegaskan bahwa unsure psikis dan fisik tidaklah dapat dipisahkan, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia.

Tabel 3.

Pemetaan Teori Kepribadian

Aspek

Teori

Inti Teori

Penentu Utama

Konstruk Utama Pelaku

Perkembangan Kepribadian

Psikoanalisis

Ketidaksadaran (unconscious) merupakan faktor penentu kepribadian

Pengala-man masa kecil dan konflik ketidaksada-ran

Id, Ego, Supereg, Represi, Fiksasi, Oedipus Complex

Menekankan pada pengalaman dalam menjalani tahapan perkembangan psikoseksual.

Aspek

Teori

Inti Teori

Penentu Utama

Konstruk Utama Pelaku

Perkembangan Kepribadian

Behavioristik

Kepribadian itu hasil belajar

Proses kondisioning

Stimulus-Respon, Reinforcement, Kondisioning Klasik, Kondisioning Operan

Kepribadian berkembang sepanjang rentang kehidupan; Respon yang diikuti penguatan menjadi lebih sering untuk dilakukan.

Kognitif

Bagaimana individu memproses informasi tentang diri dan lingkungannya.

Proses kognitif

Skema, Attribusi, Tujuan, dan Regulasi Diri.

Penekanan terhadap perkembangan konstruk preverbal pada masa infacy (kanak-kanak) dan penafsiran budaya sebagai yang terlibat dalam proses harapan-harapan yang dipelajari/dialami.

H. Personality Disorder (Gangguan Kepribadian)

1. Paranoid, Gangguan kepribadian paranoid ditandai oleh ketidakpercayaan kepada orang lain dan kecurigaan berlebih bahwa orang di sekitarnya memiliki motif jahat. Orang dengan kelainan ini cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan pada pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri dan biasanya menghindari hubungan dekat. Mereka mencari makna tersembunyi dalam segala sesuatu dan membaca niat bermusuhan ke dalam tindakanorang lain. Mereka suka mengetest kesetiaan teman dan orang-orang terkasih dan sering tampak dingin dan menjauh. Mereka biasanya suka menyalahkan orang lain dan cenderung membawa dendam lama.

2. Schizoid, menghindari hubungan dengan orang lain dan tidak menunjukkan banyak emosi. schizoids benar-benar lebih suka menyendiri dan tidak diam-diam menginginkan popularitas. Mereka cenderung mencari pekerjaan yang memerlukan sedikit kontak sosial. keterampilan sosial mereka lemah dan mereka tidak menunjukkan perlunya perhatian atau penerimaan. Mereka dianggap tidak punya selera humor dan jauh dan sering disebut sebagai “penyendiri.”

3. Schizotypal, gangguan ini ditandai oleh bentuk-bentuk berpikir dan memahami dengan cara yang aneh, dan individu dengan gangguan ini sering mencari isolasi dari orang lain. Mereka kadang-kadang percaya untuk memiliki kemampuan indra yang ekstra atau kegiatan yang tidak berhubungan berhubungan dengan mereka dalam beberapa cara penting. Mereka umumnya berperilaku eksentrik dan sulit berkonsentrasi untuk waktu yang lama. pidato mereka sering lebih rumit dan sulit untuk diikuti.

4. Antisocial, orang dengan gangguan ini rentan terhadap perilaku kriminal, percaya bahwa korban-korban mereka lemah dan pantas dimanfaatkan. Antisocials cenderung suka berbohong dan mencuri. Sering kali, mereka tidak hati-hati dengan uang dan mengambil tindakan tanpa berpikir tentang konsekuensinya . Mereka sering agresif dan jauh lebih peduli dengan kebutuhan mereka sendiri daripada kebutuhan orang lain.

5. Borderline, gangguan ini rentan terhadap perubahan suasana hati dan kemarahan yang konstan. Sering kali, mereka akan melampiaskan kemarahan pada diri mereka sendiri, mencederai tubuh mereka sendiri, ancaman bunuh diri dan tindakan yang tidak biasa. Batasan berpikir secara hitam dan putih sangat kuat, hubungan yang sarat dengan konflik. Mereka cepat marah ketika harapan mereka tidak terpenuhi.

6. Histrionic, pencari perhatian konstan. Mereka perlu menjadi pusat perhatian setiap waktu, sering menggangguorang lain untuk mendominasi pembicaraan. Mereka menggunakan bahasa muluk-muluk untuk menggambarkan kejadian sehari-hari dan mencari pujian konstan. Mereka suka berpakaian ”yang memancing” atau melebih-lebihkan kelemahannya untuk mendapatkan perhatian. Mereka juga cenderung membesar-besarkan persahabatan dan hubungan, percaya bahwa setiaporang menyukai mereka. Mereka sering manipulatif.

7. Narcissistic, keterpusatan diri. Seperti gangguan Histrionic, orang-orang dengan gangguan ini senang mencari perhatian dan pujian. Mereka membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka sebagai superior. Mereka cenderung teman, karena mereka percaya bahwa tidak sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsisis cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami kesulitan menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada perasaan orang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka

8. Avoidant, ditandai dengan kegelisahan sosial yang ekstrim. Orang dengan gangguan ini sering merasa ”tidak cukup”, menghindari situasi sosial, dan mencari pekerjaan dengan sedikit kontak denganorang lain. Avoidant takut ditolak dan khawatir jika mereka memalukan diri mereka sendiri di depan orang lain. Mereka membesar-besarkan potensi kesulitan pada situasi baru untuk membuat orang berpikir agar menghindari situasi itu. Sering kali, mereka akan menciptakan dunia fantasi untuk pengganti yang asli. Tidak seperti gangguan kepribadian skizofrenia, avoidant merindukan hubungan sosial, tetapi belum merasa merekabisa mendapatkannya. Mereka sering mengalami depresi dan memiliki kepercayaan diri yang rendah

9. Dependent, ditandai dengan kebutuhan untuk dijaga. Orang dengan kelainan ini cenderung bergantung pada orang dan merasa takut kehilangan mereka. Mereka mungkin menjadi bunuh diri ketika berpisah dengan orang yang dicintai. Mereka cenderung untuk membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi mereka dan sering melompat dari hubungan satuke hubungan yang lainnya. mereka sering bertahan dalam suatu hubungan, walaupun sering dikasari atau disakiti. kepekaan berlebih terhadap penolakan umum. Mereka sering merasa tak berdaya dan tertekan

10. Obsessive Compulsive, mirip dengan kecemasan obsesif-kompulsif, namun keduanya sangat berbeda. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif terlalu fokus pada keteraturan dan kesempurnaan. Mereka harus melakukan segalanya “benar” sering mengganggu produktivitas mereka. Mereka cenderung untuk terjebak dalam halhal yang detil, namun kehilangan gambaran yang lebih besar. Mereka menetapkan standar yang tinggi tidak masuk akal untuk diri mereka sendiri dan orang lain, dan cenderung sangat kritis terhadap orang lain ketika mereka tidak hidup sampai saat ini standar yang tinggi. Mereka menghindari bekerja dalam tim, percaya orang lain terlalu ceroboh atau tidak kompeten. Mereka menghindari membuat keputusan karena mereka takut membuat kesalahan dan jarang murah hati dengan waktu atau uang. Mereka sering mengalami kesulitan mengekspresikan emosi.

I. Upaya Mengukur Kepribadian

Pengukuran kepribadian dapat ditempuh dengan cara observasi, inventory dan teknik proyektif. Di samping itu, sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan dari (self-report) kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau penelusuran kepribadian seutuhnya (personality inventory, serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah sifat). Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya :

1. Observasi Direct

Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direk memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.

Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya.Ada tiga tipe metode dalam observasi direk yaitu:

a. Time Sampling Method

Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu.

b. Incident Sampling Method

Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya, lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons.

c. Metode Buku Harian Terkontrol

Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah orang dewasa yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Wawancara (Interview)

Menilai kepribadian dengan wawancara (interview) berarti mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara, yakni:

a. Stress interview

Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan emosinya setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah, kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar.

b. Exhaustive Interview

Exhaustive Interview merupakan cara interview yang berlangsung sangat lama; diselenggarakn non-stop. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti para tersangka dibidang kriminal dan sebagai pemeriksaan taraf ketiga.

3. Tes proyektif

Cara lain untuk mengatur atau menilai kepribadian adalah dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan memprediksikan dirinya melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya memberi peluang kepada testee (orang yang dites) untuk memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah.

Jika kepada subjek diberikan tugas yang menunut penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya untuk menguur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya, memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan tugas yang kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah:

a. Tes Rorschach

Tes yang dikembangkan oleh seorang dokter psikiatrik Swiss, Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas sepuluh kartu yang masing-masing menampilkan bercak tintan yang agak kompleks. Sebagian bercak itu berwarna; sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan yang sama. Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal apa yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu. Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami percobaan itu memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda itu. Analisis dari sifat jawaban yang diberikan peserta itu memberikan petunjuk mengenai susunan kepribadiannya.

b. Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT)

Tes apersepsi tematik atau Thematic Apperception Test (TAT), dikembangkan di Harvard University oleh Hendry Murray pada tahun 1930-an. TAT mempergunakan suatu seri gambar-gambar. Sebagian adalah reproduksi lukisan-lukisan, sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi buku atau majalah. Para peserta diminta mengarang sebuah cerita mengena tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka diminta membuat sebuah cerita mengenai latar belakang dari kejadian yang menghasilkan adegan pada setiap gambar, mengenai pikiran dan perasaan yang dialami oleh orang-orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode itu akan berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap kartu TAT, ahli psikologi melihat tema yang berulang yang bisa mengungkapkan kebutuhan, motif, atau karakteristik cara seseorang melakukan hubungan antarpribadinya.

4. Inventori Kepribadian

Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu. Kuesioner ini mirip wawancara terstruktur dan ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap orang, dan jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, seringkali dengan bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan, investori kepribadian mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal kepribadian (misalnya, tingkat kecemasan) atau beberapa sifat kepribadian secara keseluruhan. Investori kepribadian yang terkenal dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang ialah: (a) Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), (b) Rorced-Choice Inventories, dan (c) Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale).

a. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentag sikap, reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis, serta pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan dengan menjawab “benar”, “salah”, atau “tidak dapat mengatakan”. Pada prinsipnya, jawaban mendapat nilai menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki berbagai macam masalah psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu klinis dalam mendiagnosis gangguan kepribadian. Para perancang tes tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan ratusn pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu. Tiap kelompok diketahui berbeda dari normalnya menurut kriteria tertentu. Kelompok kriteria terdiri atas individu yang telah dirawat dengan diagnosis gangguan paranoid. Kelompok kontrol terdiri atas orang yang belum pernah didiagnosis menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip dengn kelompok kriteria dalah hal usia, jenis kelamin, status sosioekonomi, dan variabel penting lain.

b. Rorced-Choice Inventories

Rorced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-Paksa termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan volunter bila subjek dapat memilih pilihan yang lebih disukai, dan tahu bahwa semua pilihan itu benar, tidak ada yang salah (Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta memilih pilihan yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya.

c. Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale)

H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori kepribadian Rosanoff (Muhadjir, 1992). Menurut teori ini, kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:

1) Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten, berpikirnya lebih mengarah pada khayalan.

2) Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten, dengan angan bahwa dirinya penting.

3) Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat berkobar.

4) Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi dan pesimisme.

5) Hysteroid, ketunaan watak berbatasan dengan tendensi kriminal.

6) Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang bergerak terus.

BAB III PENUTUP

Kontribusi dan Saran

Konsep kepribadian merupakan konsep yang sangat luas sehingga pengertian dari satu ahli dengan ahli yang lainnya pun juga berbeda-beda.Namun demikian, definisi yang berbeda-beda tersebut saling melengkapi dan memperkaya pemahaman tentang konsep kepribadian.

Kajian mengenai kepribadian dan olahraga dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. Sehingga penting sekali menanamkan pendidikan karakter/kepribadian sejak dini guna menciptakan SDM yang bekualitas, bermoral sehat, mandiri/mampu bekerjasama, bertanggung jawab dan memiliki sifat kompetitif yang tinggi. Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara profesional akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.

Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan/potensi yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.

Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.(end).

DAFTAR PUSTAKA

Inge Hutagalung. (2007). Pengembangan Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif. PT. Indeks: Jakarta.

Peter Lauster. (2005). Tes Kepribadian. Bumi Aksara: Jakarta.

Sumadi Suryabrata. (1982). Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Weinberg, Robert S.; Gould, Daniel. (2007). Foundations of Sport and Exercise Psychology, edition. Champaign,II.: Human Kinetics Publishers, Inc.

Wrahatnala, Bondet, 2009, Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

0 Response to "Kepribadian dan Olahraga"

Posting Komentar